Penyusunan Pedoman terkait Aksesibilitas Digital bagi kelompok disabilitas untuk mewujudkan transparansi informasi yang layak serta akses bagi seluruh lapisan masyarakat.

Apa yang telah dilakukan sejauh ini untuk mengatasi permasalahan tersebut?

Pemerintah telah melakukan upaya dengan membuat fitur voice over yang dimiliki oleh seluruh bidang di Mahkamah Agung. Namun, voice over tersebut berdampak pada fitur aksesibilitas yang dimiliki oleh setiap perangkat lunak menjadi tumpang tindih, sehingga fitur tersebut tidak dapat berfungsi secara maksimal.

Komitmen pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam menjembatani kesenjangan digital untuk masa depan Indonesia terbukti dengan terbentuknya Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia (Bakti Kominfo). Saat ini fokus Bakti Kominfo untuk meningkatkan literasi informasi dan komunikasi (TIK) bagi disabilitas dan penyediaan internet di daerah 3T (terluar, terdepan, tertinggal). Aksesibilitas digital yang layak bagi disabilitas memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena berdampak langsung tidak hanya bagi sektor teknologi, tapi juga ekonomi maupun pendidikan, dan pengembangan smart city yang inklusif.

Suarise aktif melakukan advokasi terkait aksesibilitas ke beragam profesional di bidang teknologi dan pengembangan aplikasi melalui inisiasi komunitas A11yID (Aksesibilitas Indonesia). Suarise rutin menyelenggarakan diskusi dan sharing session mengenai urgensi aksesibilitas digital setiap bulan kepada mahasiswa, profesional, UI/UX, designer, developer, dan siapapun yang tertarik pada isu aksesibilitas untuk disabilitas. Hingga saat ini anggota komunitas via telegram a11yID telah mencapai 485 members dengan 22 sesi sharing session dan menghadirkan pembicara expert teknologi baik di level nasional maupun internasional, seperti e-bay dan ASOS.

Solusi apa yang diusulkan?

Penyediaan Pedoman Aksesibilitas Digital untuk kelompok disabilitas pada setiap sektor pelayanan publik agar dapat diakses oleh seluruh lapisan kelompok masyarakat Indonesia.

Hasil apa yang ingin dicapai dengan mengimplementasi komitmen ini?

Tersusunnya Pedoman Aksesibilitas Digital di Indonesia yang dapat digunakan sebagai panduan utama seluruh unsur pemerintah dalam membuat aksesibilitas Digital yang layak bagi seluruh kelompok masyarakat, khususnya penyandang disabilitas, untuk menciptakan keterbukaan akses informasi bagi seluruh kelompok masyarakat.


Identifikasi Masalah


Masalah apa yang ingin diselesaikan melalui komitmen ini?

Populasi penyandang disabilitas di Indonesia saat ini sebanyak 26 juta jiwa (BPS, 2021). Penyandang disabilitas merupakan kelompok rentan sebagai imbas kurangnya akses informasi yang memadai. Setiap jenis disabilitas memiliki akomodasi berupa teknologi asistif yang digunakan dalam kesehariannya mengakses informasi digital. Namun, teknologi asistif ini hanya bisa bekerja maksimal jika informasi digital tersebut dibuat dengan memenuhi asas dan standar aksesibilitas digital.

Saat ini, pemerintah telah merancang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang dimulai pada tahun 2018. Dalam perjalanannya, upaya pelaksanaan transformasi digital tersebut belum memasukkan unsur aksesibilitas digital sebagai bagian penting dari proses digitalisasi pemerintahan yang inklusif. Hal tersebut berdampak pada kelompok disabilitas yang mengalami kesulitan untuk mengakses layanan penting dari pemerintahan melalui platform digital yang dikembangkan pemerintah, karena tidak memenuhi standar aksesibilitas. Hambatan ini berpengaruh terhadap kesempatan yang sama untuk meningkatkan kualitas SDM dan daya saing khususnya dalam memperoleh akses informasi sektor pendidikan, pekerjaan, transportasi, perbankan, dan berbagai hal penting lainnya.

Apa Penyebab Permasalahan Tersebut?

Rendahnya partisipasi penyandang disabilitas bermula dari kondisi lingkungan yang masih menganggap disabilitas sebagai pengguna minoritas pada produk/layanan digital. Disabilitas tidak dianggap sebagai kelompok pengguna target yang dituju saat membangun web/aplikasi digital.

Kemudian terdapat kesenjangan visibilitas pada penyandang disabilitas, misalnya non disabilitas yang jarang berinteraksi dengan penyandang disabilitas. Hal inimenyebabkan mereka memiliki pemahaman yang terbatas mengenai bagaimana penyandang disabilitas berinteraksi dengan layanan publik digital.

Hal ini berakar dari kurangnya pengetahuan mengenai aksesibilitas digital dalam sistem pendidikan dan prosedur standar profesional. Disamping itu, sektor pemerintah dan swasta menganggap pengembangan platform digital, termasuk dokumen digital yang layak akses memerlukan alat dan sumber daya baru. Pada kenyataannya, meningkatkan aksesibilitas tidak selalu menuntut alat dan sumber daya tambahan dengan biaya tinggi.

Tantangan lain yang dihadapi yakni terbatasnya tenaga ahli di Indonesia yang memahami topik aksesibilitas digital, baik dari kalangan pengembang, perancang, ahli disabilitas, maupun pembuat kebijakan. Tidak semua ahli disabilitas menyadari adanya panduan aksesibilitas digital karena isinya yang sangat teknis dan ditujukan bagi pengembang dan perancang website dan aplikasi. Meski demikian, terdapat panduan yang lebih umum yang bisa diterapkan dalam keseharian, seperti untuk pembuatan dokumen digital dan konten media sosial.

Kesalahpahaman umum seputar aksesibilitas digital, diantaranya penyediaan situs web/aplikasi/dokumen digital yang berbeda untuk setiap disabilitas; penyediaan informasi untuk penyandang disabilitas harus dipisahkan dari populasi non-disabilitas; serta kebutuhan sumber daya tambahan seperti alat khusus yang membutuhkan dana tidak sedikit untuk mengembangkan informasi. Padahal sebenarnya, tidak diperlukan pemisahan web/aplikasi/dokumen digital atau informasi yang berbeda antara disabilitas dan non disabilitas. Sementara itu, kebutuhan sumber daya dapat menyesuaikan dengan kemampuan organisasi.

Selain minimnya pemahaman, ditemukan pula penerapan aksesibilitas digital yang tidak tepat. Sebagai contoh, sebuah situs web memiliki accessibility overlay, sebuah tools yang diletakan di laman website sebagai bentuk akomodasi. Keberadaan fitur tersebut sebenarnya cukup membantu low vision dan disleksia, tetapi masih butuh penyesuaian kembali dalam adaptasi dengan pembaca layar. Tunanetra dan low vision umumnya mengakses informasi secara mandiri menggunakan pembaca layar yang sudah terpasang pada perangkat digital (ponsel cerdas dan desktop) mereka masing-masing. Sehingga penerapan accessibility overlay dapat menimbulkan tumpang tindih audio yang mengganggu pengguna untuk memahami informasi yang sedang diakses pada situs tersebut. Padahal website tersebut belum memenuhi standarisasi aksesibilitas, baik itu WCAG 2.0 maupun WCAG 2.1. Selanjutnya bila dibandingkan dengan Amerika Serikat, Eropa, maupun Australia, Indonesia belum memiliki regulasi pemerintah mengenai aksesibilitas digital. Saat ini Indonesia sudah memiliki regulasi tentang disabilitas (UU No.8/2016) yang merupakan ratifikasi UN CRPD, tetapi tidak menyebutkan aksesibilitas digital untuk inklusi disabilitas. UU tersebut hanya menyebutkan aksesibilitas infrastruktur fisik, tetapi belum menjangkau infrastruktur non fisik atau infrastruktur digital yang layak akses bagi disabilitas. Kesalahpahaman dan keterbatasan kompetensi ini terjadi karena tidak adanya panduan teknis untuk penerapan aksesibilitas level nasional. Ketidakberadaan panduan ini memberi celah interpretasi subjektif bagi tiap K/L maupun instansi pelaksana lainnya, padahal panduan ini dapat menjadi acuan teknis baik untuk pusat maupun daerah dalam implementasi distribusi informasi yang bisa didiseminasi, dipelajari, dan ditelaah


Analisa Komitmen

Bagaimana komitmen ini akan mendorong transparansi?

Adanya publikasi informasi PBJ Pemerintah akan Penyusunan Aksesibilitas Digital bagi Disabilitas dapat mendorong hadirnya keterbukaan informasi public yang mudah dan ramah diakses oleh kelompok disabilitas. Hal tersebut disebabkan karena seluruh Badan Publik diharapkan dapat menyesuaikan pengembangan aksesibilitas digitalnya agar dapat diakses dengan mandiri oleh seluruh kelompok disabilitas.

Bagaimana komitmen ini akan menumbuhkan akuntabilitas?

Penyusunan Pedoman Aksesibilitas Digital bagi Disabilitas dapat meningkatkan partisipasi kelompok disabilitas secara proaktif dan independen dalam mempelajari sebuah informasi yang diperoleh dalam format digital. Sehingga, kelompok disabilitas juga dapat melakukan penilaian terhadap capaian program maupun pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Bagaimana komitmen ini akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mendefinisikan, mengimplementasikan, dan memonitor solusi?

Aksesibilitas digital membantu semua masyarakat, termasuk penyandang disabilitas dan lansia mengetahui berbagai program kebijakan publik. Pada akhirnya hal tersebut dapat mendorong tingkat partisipasi masyarakat di berbagai bidang, diantaranya partisipasi politik, ekonomi digital, transportasi publik, dan tenaga kerja inklusif.

Dalam partisipasi politik, aksesibilitas digital dapat memenuhi dan melindungi hak pilih masyarakat termasuk penyandang disabilitas. Tingkat partisipasi penyandang disabilitas tahun 2019 dalam menggunakan hak pilih mengalami peningkatan, tetapi tantangan yang dihadapi yakni adanya keterbatasan informasi. Penyandang disabilitas mengalami keterbatasan dalam mengakses informasi pemilu, serta informasi mengenai calon anggota legislatif dan eksekutif.

Dalam ekonomi digital, aksesibilitas digital dapat membantu pelaku UMKM penyandang disabilitas untuk mengoptimalkan penggunaan perangkat digital yang relevan dan memaksimalkan capaian dalam inklusi ekonomi. Aksesibilitas digital memungkinkan penyandang disabilitas mengakses e-commerce, layanan perbankan digital, dompet digital, pengelolaan saham maupun uang digital, hingga pinjaman lunak untuk kebutuhan pengembangan bisnis.

Selain itu, aksesibilitas membuka peluang kenaikan transaksi ekonomi secara online. Penggunaan e-commerce yang bisa diakses disabilitas akan membantu mereka mengetahui informasi detail dari suatu produk, misalnya informasi warna, ukuran, berat,bentuk, harga dan informasi lainnya. Semakin lengkap informasi yang diperoleh pada suatu produk, maka dapat meningkatkan perputaran ekonomi masyarakat.

Dalam transportasi publik, aksesibilitas digital memudahkan penyandang disabilitas mengetahui informasi seputar rute, jadwal, tarif, termasuk info 40 bila ada keadaan tidak terduga seperti keterlambatan/perubahan/penundaan jadwal, dan info kecelakaan. Aksesibilitas digital juga membuka peluang informasi mengenai moda transportasi terintegrasi lebih luas.

Kemudian aksesibilitas digital dapat menciptakan tenaga kerja inklusif. Sebuah studi dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menyebutkan bahwapengecualian penyandang disabilitas dari angkatan kerja dapat mengakibatkan hilangnya PDB sebesar 3 hingga 7 persen.

Melalui aksesibilitas digital, peluang bagi tenaga kerja inklusif untuk mengembangkan kompetensi, mengirimkan lamaran pekerjaan, bekerja jarak jauh, serta profesi baru di bidang digital akan terbuka lebih lebar.

Saat ini, pengembangan kompetensi dan keprofesian bagi penyandang disabilitas cenderung monoton dan sifatnya dibuatkan sesi khusus tersendiri. Dengan aksesibilitas digital, setiap insan penyandang disabilitas bisa mempelajari bidang keilmuan dan keahlian yang diminati secara mandiri tanpa menunggu adanya sesi khusus.

Kementerian/Lembaga Pelaksana
  1. Kementerian Komunikasi dan Informatika
Organisasi Masyarakat Sipil Pelaksana
  1. Suarise
Kontak

sekretariat.ogi@bappenas.go.id
+6221-3148-551 ext. 3504


Ukuran Keberhasilan 2023-2024 Status Data Dukung
(K/L) UK 1 : Tersusunnya pedoman Layanan Komunikasi dan Informasi Publik Yang Ramah Bagi Penyandang Disabilitas termasuk aksesibilitas digital Lihat
(OMS) UK 1 : Tersusunnya pedoman Layanan Komunikasi dan Informasi Publik Yang Ramah Bagi Penyandang Disabilitas termasuk aksesibilitas digital Lihat
Ikut Serta dalam Aksi Keterbukaan Pemerintah dengan Memberi Masukan.