Komitmen ini mendorong untuk terciptanya kajian mengenai kepastian hukum bagi pembela lingkungan utamanya untuk pembela lingkungan yang menempuh cara non-hukum yang belum menjadi subjek hukum pada Pasal 66 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), hal tersebut perlu perlu diatur arah kebijakannya sebagai optimalisasi pengaturan pelindungan hukum dalam perkara lingkungan hidup.
Hingga saat ini belum ada pengaturan yang mengatur operasionalisasi dan arah jangkauan dari Pasal 66 UU PPLH dalam sistem acara pidana maupun perdata, namun Mahkamah Agung melalui Keputusan Mahkamah Agung No. 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan memberikan posisi kepara para hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara lingkungan hidup secara progresif, substantif, dan humanis Selain itu, pada tahun 2022, dikeluarkan Pedoman Jaksa Agung No. 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Penyusunan kajian rekomendasi kepastian pelindungan hukum bagi pembela lingkungan yang bersama Komnas-HAM dan Kepolisian RI. Peruntukkan kajian rekomendasi ditujukan kepada Kepolisian sebagai bentuk peningkatan pelindungan hukum terhadap setiap orang yang melakukan upaya (baik hukum maupun nonhukum) dalam menjaga dan mempertahankan lingkungan hidup yang bersih dan sehat, mengingat Kepolisian RI merupakan pintu gerbang masuknya perkara utamanya dalam perkara pidana.
Melalui upaya penyusunan kajian rekomendasi mengenai kepastian pelindungan hukum bagi pembela lingkungan yang hasil akhirnya dilakukan penyerahan kepada Kepolisian RI diharapkan hal tersebut menjadi salah satu landasan dalam penyusunan instrumen dalam pelindungan hukum pembela lingkungan secara khususnya dan penanganan perkara lingkungan hidup secara umumnya.
Pembela Lingkungan merupakan individu atau sekelompok individu yang secara
sukarela maupun profesional bekerja untuk melindungi lingkungan hidup, tanah, dan
sumber daya alam lainnya dari kerusakan atas pertambangan, ekspansi perkebunan,
reklamasi, dan konsensi hutan (Auriga, 2021). Sebagai bentuk pelindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia, maka pelindungan
terhadap pembela lingkungan hidup juga perlu dilakukan. Pada kondisi sekarang,
Pasal 66 UU PPLH menyatakan bahwa para pembela lingkungan tersebut tidak
dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata apabila mereka
menempuh cara hukum. Secara sebaliknya, pelindungan terhadap mereka yang
tidak menempuh cara hukum belum terakomodasi.
Oleh karenanya perlu adanya upaya untuk mengkaji dan merumuskan kajian
rekomendasi mengenai kepastian pelindungan hukum bagi pembela lingkungan
yang menyasar kepada pihak kepolisian sebagai pintu gerbang utama masuknya
perkara lingkungan hidup. Perkara lingkungan hidup memang menjadi suatu
masalah esensial dan sejak tahun 2014 hingga juli 2022 tercatat terdapat 102 kasus
ancaman terhadap pembela lingkungan (environmental defender, 2022).
Terdapat permasalahan pada rezim hukum lingkungan dalam pelindungan terhadap pembela lingkungan hidup dimana penyebab adanya tindakan represif terhadap pembela lingkungan masih terjadi dikarenakan lemahnya instrumen hukum yang ada terutama dalam peraturan terkait pelindungan kepada pembela lingkungan. UU PPLH tak cukup menjadi sebuah instrumen untuk memastikan keamanan dan keselamatan para pembela lingkungan. Hal ini dikarenakan ketentuan existing dari pasal tersebut memiliki kelemahan yang pada penjelasan pasalnya hanya bertitik fokus pada upaya untuk melindungi korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dan dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah adanya tindakan pembalasan dari pihak terlapor yang berupa pemidanaan dan/atau gugatan perdata. Cara hukum tersebut tidak ditafsirkan secara resmi oleh UU PPLH namun arah jangkauannya dapat dimaknai sebagai upaya litigasi yang mencakup perdata maupun pidana. Kerangka regulasi yang demikian memberikan implikasi bahwa pembela lingkungan yang menempuh cara/upaya non-hukum, seperti upaya ekstra legal, kritisi kebijakan, demonstrasi, dan bentuk lainnya tidak menjadi subjek hukum pelindungan pembela lingkungan pada Pasal 66 UU PPLH.
Komitmen ini akan turut mendorong transparansi para pihak berkepentingan termasuk pemerintah dalam menyediakan dan mengelola segala informasi yang berkaitan dengan kegiatan perkebunan, kehutanan, pertambangan serta kegiatan eksploitasi lainnya kepada masyarakat terdampak, sehingga mampu meminimalisir penolakan dan konflik.
Komitmen ini mendorong baik pengambil kebijakan dan penegak hukum untuk mengedepankan nilai akuntabilitas dalam pelaksanaan pelindungan hukum terhadap lingkungan
Kepastian Perlindungan Hukum Bagi Pembela Lingkungan bertujuan untuk menjamin keterlibatan masyarakat tanpa perlu adanya rasa takut untuk mempertahankan lingkungan hidup yang sehat dan baik yang memberi keadilan antar generasi.
sekretariat.ogi@bappenas.go.id
+6221-3148-551 ext. 3504
Ukuran Keberhasilan 2023-2024 | Status | Data Dukung |
---|---|---|
(K/L) UK 1 : Keterlibatan dalam Penyusunan Kajian Rekomendasi Kepastian Pelindungan Hukum Bagi Pembela Lingkungan | Lihat | |
(OMS) UK 1 : Penyusunan Kajian Rekomendasi Kepastian Pelindungan Hukum Bagi Pembela Lingkungan | Lihat |