Adanya proses penyusunan RUU KKR dengan keterlibatan masyarakat. Kemajuan dalam proses penyusunan kebijakan mengenai KKR di tingkat nasional penting untuk dasar pengungkapan kebenaran atas peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Di tingkat nasional, Yayasan Tifa bersama Yayasan Indonesia untuk kemanusiaan
telah menyusun riset dan rekomendasi penyelesaian pelanggaran berat HAM masa lalu
dan
pemenuhan hak korban dengan melibatkan Organisasi masyarakat sipil, komunitas
51
korban dan pakar dalam proses dialog dan diskusi. Hasil rumusan konsep menjadi
bahan advokasi ke negara dan pendidikan publik.
Selain itu, di tingkat Aceh, Yayasan Tifa mendukung upaya KontraS Aceh untuk ikut
memfasilitasi adanya tata cara baku terkait rekomendasi reparasi, meskipun hanya
mengikat secara internal KKR Aceh. Selain itu, Gubernur Aceh melalui penetapan 245
orang penerima reparasi mendesak yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Aceh
Nomor 330/1209/2020 tentang Penetapan Penerima Reparasi Mendesak Pemulihan
Hak Korban Pelanggaran HAM yang diterbitkan pada 27 Mei 2020 untuk pemenuhan
hak korban atas reparasi berdasarkan rekomendasi KKR Aceh. Hingga saat ini,
rekomendasi tersebut belum dapat dijalankan dengan sempurna sebab ketiadaan
regulasi yang menjadi acuan dan mengikat lembaga-lembaga terkait lainnya.
1. Adanya policy paper mengenai KKR dari masyarakat sipil sebagai salah satu dasar
pemikiran untuk lahirnya kebijakan penyelesaian pelanggaran berat HAM masa
lalu.
Policy paper ini akan disusun dengan keterlibatan aktif dari korban serta pakar dan dari
hasil diskusi yang dihimpun di skala nasional serta daerah (Aceh, Papua). Policy paper
ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi muatan RUU KKR dan dokumen
pendukung (seperti Naskah Akademik) yang disusun pemerintah, terutama dengan
memberikan perspektif korban dan pandangan dari pakar. Selain untuk advokasi ke
negara, policy paper ini juga berfungsi untuk mengedukasi publik terkait pelanggaran
berat HAM yang terjadi di masa lalu.
2. Adanya Penyusunan Naskah Akademik RUU KKR
UU KKR dapat menjadi dasar pengungkapan kebenaran atas peristiwa pelanggaran
HAM berat di masa lalu dan memenuhi hak korban atas kebenaran. Kerja KKR akan
menjadi bahan pendidikan bagi publik dan aparatur negara sehingga peristiwa serupa
tidak terulang lagi di masa depan.
Penyusunan RUU KKR sudah melalui serangkaian pembahasan dan akan dimuat
dalam Kerangka Regulasi RKP 2023, namun belum memiliki Naskah Akademik
pendukung yang disyaratkan untuk penyusunan sebuah RUU. Oleh karena itu, proposal
ini mendorong penyusunan Naskah Akademik RUU KKR agar proses penyusunan RUU
KKR dapat lanjut ke tahap lebih jauh, dengan keterlibatan publik bermakna, terutama
dari komunitas korban dan masyarakat sipil yang aktif bergerak dalam isu ini
1. Adanya policy paper mengenai KKR dari masyarakat sipil sebagai salah satu dasar
pemikiran untuk lahirnya kebijakan penyelesaian pelanggaran berat HAM masa lalu.
2. Adanya proses penyusunan Naskah Akademik RUU KKR yang melibatkan
partisipasi masyarakat..
Dampak peristiwa pelanggaran HAM di masa lalu berpengaruh pada kondisi korban dan
penyintas dalam berbagai hal. Secara ekonomi misalnya, banyak perempuan yang
merupakan seorang Ibu, istri atau anak dari korban mengalami trauma dan hidup dalam
kemiskinan. Sebagian lagi juga merupakan lansia yang membutuhkan juga mengalami
masalah kesehatan selain masalah ekonomi dan sosial. Namun mereka masih
mendapatkan stigma ataupun belum terjangkau oleh negara. Selain itu, korban
pelanggaran HAM seharusnya mendapatkan hak atas kebenaran dan pengakuan dari
negara atas peristiwa yang terjadi kepada mereka.
Di tingkat nasional dan juga di tingkat lokal seperti di Papua, mekanisme pengungkapan
kebenaran belum ada. Pasca dibatalkannya UU KKR No. 27/2004 pada tahun 2006,
Pemerintah dan DPR menyusun RUU KKR namun tidak menjadi prioritas hingga 2022.
Padahal, adanya KKR yang juga dilandasi dasar hukum memadai penting untuk
pengungkapan kebenaran, pengakuan kesalahan, permintaan maaf, pemberian maaf,
50
perdamaian, penegakan hukum, rehabilitasi, dan hal lainnya yang menjadi hak korban
pelanggaran HAM berat. Dalam konsep keadilan transisional, mekanisme
pengungkapan kebenaran menjadi salah satu bagian tidak terpisahkan dengan upaya
peradilan, reparasi dan reformasi institusi. Karena pentingnya dasar hukum memadai
ini untuk pembentukan KKR, penting bagi masyarakat untuk terlibat secara bermakna
dalam proses penyusunannya. Berkaca pada pengalaman dengan UU KKR
sebelumnya yang akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, muatan RUU KKR
kali ini harus berperspektif korban dan menempatkan kepentingan korban terlebih
dahulu, dan penyusunannya harus partisipatif, terbuka, transparan dan akuntabel.
Adanya kebijakan KKR di level nasional bisa memperkuat pembentukan Komisi
Kebenaran di Papua dan Papua Barat. Selain itu, kebijakan KKR yang kuat di level
nasional juga bisa memperkuat pelaksanaan KKR di Aceh, terutama untuk hal-hal di
mana masih ada kekosongan kebijakan di tingkat daerah. Contohnya di Aceh, belum
ada regulasi yang mengatur dengan jelas bagaimana proses pelaksanaan rekomendasi
reparasi KKR Aceh oleh Pemerintah Aceh melalui satuan kerja yang dimilikinya.
Salah satu penyebab permasalahan dalam pemulihan korban pelanggaran HAM di
Aceh adalah ketiadaan regulasi yang secara jelas mengatur proses pelaksanaan
rekomendasi reparasi KKR Aceh oleh Pemerintah Aceh. Hal ini berpengaruh terhadap
ketiadaan nomenklatur anggaran, prosedur akses yang birokratis yang tidak ramah
korban dan kendala teknis serta non teknis lainnya diantaranya pemilihan, analisa
kebutuhan dan rekomendasi kebutuhan dari KKR Aceh kepada pemerintah Aceh. Halhal inilah yang menyebabkan penetapan rekomendasi dan pemberian reparasi tidak
dapat diimplementasikan dengan baik.
Sementara itu, proses penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia
secara yudisial berjalan lamban bahkan tidak memberi keadilan bagi korban. Misalnya
untuk pengadilan HAM kasus Tanjung Priok dan Kasus Timor Timur, para pelaku utama
dibebaskan dan pelaku yang divonis pada pengadilan tingkat pertama akhirnya
dibebaskan pada tingkat banding atau kasasi. Hal ini dapat meningkatkan
ketidakpercayaan korban terhadap negara terlebih setelah UU KKR sebelumnya
dicabut. Untuk itu pembentukan KKR dapat menjadi salah satu alat yang dapat
digunakan untuk korban agar mendapat hak-haknya, terutama hak atas kebenaran dan
pengakuan negara atas hak korban.
Komitmen ini relevan dengan nilai-nilai keterbukaan pemerintah karena mendorong adanya pengungkapan kebenaran yang bisa menjadi dasar bagi pemenuhan hak korban atas kebenaran dan reparasi serta bisa menjadi landasan untuk pembelajaran publik dan reformasi kelembagaan.
Komitmen ini dapat menumbuhkan akuntabilitas pemerintah dalam menjamin kebutuhan HAM bagi masyarakat, termasuk untuk korban pelanggaran berat HAM masa lalu, dan dalam memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Komitmen ini juga mendorong negara untuk memberi pengakuan atas kejadian pelanggaran berat HAM yang terjadi di masa lalu.
Partisipasi masyarakat didorong melalui keterlibatan aktif masyarakat dalam memberi masukan bagi penyusunan RUU KKR. OMS yang mengusulkan proposal ini akan menghimpun masukan dari komunitas korban, pakar, dan masyarakat sipil lainnya yang memastikan ada partisipasi dan perspektif lebih luas dalam penyusunan RUU KKR. Selain itu, Yayasan Tifa, KontraS Aceh dan Yayasan Indonesia untuk Kemanusiaan akan melakukan pendidikan dan kampanye untuk menjangkau masyarakat, khususnya pemuda, untuk mengetahui informasi tentang peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM berat masa lalu.
Rapat Pembahasan Komitmen 10 RAN VII OGI https://drive.bappenas.go.id/owncloud/index.php/s/ZXoWYCm8hnY1hmG
sekretariat.ogi@bappenas.go.id
+6221-3148-551 ext. 3504
Ukuran Keberhasilan 2023-2024 | Status | Data Dukung |
---|---|---|
(K/L) UK 1 : Tersedianya Naskah Akademik (NA) RUU KKR sebagai bagian dari proses penyusunan kebijakan penyelesaian pelanggaran berat HAM masa lalu | Lihat | |
(OMS) UK 1 : Adanya policy paper mengenai KKR dari masyarakat sipil sebagai salah satu dasar pemikiran untuk mendukung kebijakan penyelesaian pelanggaran berat HAM masa lalu | Lihat |