Komitmen ini mendorong terwujudnya Sistem Integritas Desa (SINTESA) di 15 Desa yang ada di Kabupaten Kupang, Aceh dan Jember. Komitmen ini akan mewujudkan penguatan dari aspek transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas di tingkat desa.
Komisi Informasi Pusat telah menerbitkan Peraturan Komisi Informasi No 1 Tahun 2018 tentang Standar Layanan Informasi Desa, namun implementasinya masih belum banyak desa yang menerapkan standar tersebut. Selain itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi juga telah menerbitkan aturan tentang publikasi keuangan desa melalui poster dan baliho, namun informasi tersebut masih dinilai belum cukup informatif dan diperlukan informasi yang lebih rinci. Telah ada aplikasi untuk melakukan pencatatan pengelolaan keuangan desa, namun prakteknya informasi tersebut belum dapat diakses oleh publik, padahal risiko korupsi dalam pengelolaan keuangan desa biasanya terdapat dalam proses pencatatan pendapatan asli desa dan implementasi belanja desa yang di mark-up.
Untuk menjawab persoalan yang terjadi, akan dilakukan penguatan pada aspek tata laksana dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan dan pertanggungjawaban APBDesa, penguatan pada aspek pengawasan dalam pengelolaan keuangan desa, penguatan kualitas pelayanan publik dengan memastikan adanya pengelolaan pengaduan dan penguatan informasi dan dokumentasi di tingkat desa, dan penguatan kelembagaan kemasyarakatan desa dalam pelaksanaan pembangunan desa.
Komitmen ini akan membuat pemerintah desa semakin terbuka dalam memberikan informasi yang sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, pemerintah desa juga akan semakin aktif melibatkan warga dalam implementasi pengelolaan keuangan desa dan membuka ruang pengawasan dalam pengelolaan pembangunan di tingkat desa, dan adanya portal pengelolaan keuangan desa yang mudah diakses oleh warga.
Lebih dari Rp 400 triliun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
digelontorkan untuk dana desa sejak tahun 2015 – 2021. Sejak Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 (UU 6/2014) tentang Desa diresmikan, dana desa telah mampu
meningkatkan status desa yang berimplikasi terhadap kesejahteraan masyarakat. UU
6/2014 menjadikan desa sebagai beranda depan pembangunan Indonesia. Dana Desa
yang disalurkan dari APBN menjadi wujud nyata rekognisi desa. Desa-Desa secara
mandiri dapat menyusun dan menjalankan rencana pembangunan secara mandiri
berdasarkan asas musyawarah. Namun demikian, semakin besar alokasi anggaran,
tentu semakin besar juga risiko korupsinya.
Peningkatan alokasi anggaran dana desa, sayangnya tidak dimbangi dengan prinsip
transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaannya. Sehingga, tidak sedikit kepala
desa yang terjerat kasus korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan
bahwa kasus penindakan korupsi oleh aparat penegak hukum (APH) pada 2021 paling
banyak terjadi di sektor anggaran dana desa, yakni sebanyak 154 kasus dengan
potensi kerugian negara sebesar Rp 233 miliar. Praktik tersebut sering terjadi
mengingat masih lemahnya lembaga pengawas di tingkat desa, rendahnya partisipasi
masyarakat dalam memantau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), dan
belum memadainya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.
Meningkatnya kasus korupsi di sektor desa diakibatkan karena masih rendahnya
transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan di tingkat desa. Pada aspek
lain, rendahnya partisipasi warga dalam mengakses informasi dan minimnya partisipasi
warga dalam melakukan pemantauan program-program di desa juga berkontribusi pada
maraknya kasus korupsi utamanya yang melibatkan perangkat desa.
Rendahnya partisipasi warga terjadi akibat masih rendahnya informasi publik yang
disajikan oleh pemerintah desa. Ketersediaan media informasi keuangan desa dalam
bentuk poster dan baliho dirasa belum cukup memberikan informasi keuangan desa
secara utuh. Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah keuangan desa yang
42
tersaji secara detail dan mudah diakses oleh warga baik secara online dan offline. Saat
ini telah banyak inovasi diciptakan untuk menekan praktik koruptif dalam pengelolaan
keuangan desa, tapi praktik koruptif masih tetap terjadi. Dalam aspek pengelolaan
keuangan, risiko korupsi terjadi pada saat penyusunan penganggaran desa, penentuan
harga barang/jasa dan pelaporan keuangan desa, dimana prosesnya belum dilakukan
secara terbuka
Komitmen ini akan mendorong pemerintah dalam mewujudkan Sistem Integritas di tingkat desa dengan memberikan pendampingan kepada perangkat desa untuk mempublikasi informasi keuangan desa, rencana kerja pemerintah desa dan rencana belanja desa yang lebih rinci. Caranya adalah dengan memanfaatkan sistem yang telah ada dengan menekankan pada aspek keterbukaan informasi di tingkat desa.
Komitmen ini akan berdampak pada penguatan akuntabilitas karena adanya kolaborasi antara warga desa dan perangkat desa yang dilakukan secara kolaboratif dalam proses penyusunan kebijakan.
Partisipasi warga dapat terjadi dengan adanya publikasi pengelolaan keuangan desa sehingga masyarakat dapat melakukan pengawasan dan berpartisipasi di sana.
Rapat Pembahasan Komitmen 8 RAN VII OGI https://drive.bappenas.go.id/owncloud/index.php/s/PGQAP5eAuNoOVzD
sekretariat.ogi@bappenas.go.id
+6221-3148-551 ext. 3504
Ukuran Keberhasilan 2023-2024 | Status | Evidence |
---|---|---|
(K/L) UK 1 : Publikasi APBDes dan pertanggungja waban APBDes melalui website desa | Lihat | |
(OMS) UK 1 : Publikasi APBDes dan pertanggungja waban APBDes melalui website desa | Lihat | |
(K/L) UK 2 : Penguatan warga dalam pengawasan keuangan desa | Lihat | |
(OMS) UK 2 : Penguatan warga dalam pengawasan keuangan desa | Lihat |