Sebagai respon dari berbagai reformasi dan adaptasi yang dilakukan terhadap proses peradilan, perlu dilihat implementasi dan dievaluasi sejauh mana proses yang ada sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pencari keadilan serta dapat dipertanggungjawabkan, termasuk bagi kelompok rentan.

Apa yang telah dilakukan sejauh ini untuk mengatasi permasalahan tersebut?

Pada OGI periode 2020-2022 lalu, IJRS telah memiliki kajian terkait Asesmen Kebutuhan Akomodasi yang Layak bagi Orang dengan Disabilitas yang Berhadapan dengan Hukum bersama Kejaksaan. Asesmen ini dijadikan acuan untuk menjalankan komitmen yang diusulkan dalam periode ini yaitu peraturan teknis terkait akomodasi yang layak bagi orang dengan disabilitas. Pada tahun 2022, IJRS juga sudah melakukan penelitian awalan terkait pemenuhan hak perempuan korban kekerasan yang berhadapan dengan hukum melalui indeksasi putusan pengadilan. Penelitian ini dapat menjadi acuan untuk memonitoring dan evaluasi kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan implementasi proses peradilan.

Solusi apa yang diusulkan?

Untuk memastikan hambatan-hambatan yang dihadapi pencari keadilan maupun kelompok rentan yang berhadapan dengan hukum dapat diminimalisir, implementasi dari kebijakan-kebijakan yang ada terkait proses peradilan yang adil harus dipastikan berjalan dengan baik. Sehingga, untuk mengetahui sejauh mana implementasi kebijakan berjalan, perlu dilakukan kajian-kajian yang berfungsi sebagai langkah monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan tersebut. Melalui komitmen ini, akan diperoleh hasil-hasil kajian yang dapat dijadikan acuan, sehingga perbaikan dan penguatan implementasi kebijakan untuk memastikan proses peradilan yang adil bagi pencari keadilan dan kelompok rentan dapat lebih berlandaskan bukti. Dengan demikian, rekomendasi dan langkah reformasinya dapat tepat sasaran dan sesuai kebutuhan. Selain itu, adanya kajian dan jaminan regulasi yang dapat mendukung aksesibilitas dan akuntabilitas di proses peradilan dapat mendorong akses masyarakat untuk ke keadilan yang dibutuhkannya di setiap tahapan proses peradilan.

Hasil apa yang ingin dicapai dengan mengimplementasi komitmen ini?

Jaminan peraturan teknis bagi akomodasi yang layak untuk disabilitas dapat menjadi gerbang awal untuk mendorong kebijakan yang berbasiskan bukti. Selain itu, monitoring dan evaluasi yang dilakukan diharapkan dapat diperoleh kajian-kajian terkait perempuan berhadapan dengan hukum di proses peradilan, implementasi adaptasi & digitalisasi proses peradilan bagi kelompok rentan serta akuntabilitas dan transparansi APH dalam proses peradilan. Kajian-kajian ini dapat menjadi acuan untuk melakukan langkah perbaikan berikutnya bagi kebijakan terkait proses peradilan di Indonesia.


Identifikasi Masalah


Masalah apa yang ingin diselesaikan melalui komitmen ini?

Untuk memastikan proses peradilan berlangsung secara adil dan inklusif bagi korban, para aparat penegak hukum telah membuat berbagai peraturan seperti PERMA 3/2017 tentang Pedoman Perempuan Berhadapan dengan Hukum, PERMA 5/2019 tentang Pedoman Mengadili Perkara Dispensasi Kawin, Pedoman Kejaksaan 1/2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak di Perkara Pidana, hingga Perkap 3/2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana. Namun, implementasi dari kebijakan yang ada ini masih belum dilihat secara komprehensif sejauh mana dapat mendukung akses keadilan di proses peradilan, khususnya bagi kelompok rentan seperti perempuan dan difabel.

Berbagai hambatan juga disebutkan masih ditemui masyarakat maupun aparat penegak hukum saat menjalani proses peradilan—utamanya ketika Covid-19 masuk ke Indonesia. Untuk mengatasi hambatan proses peradilan selama Covid-19, pemerintah, aparat penegak hukum, dan lembaga bantuan hukum, pendampingan maupun penyedia layanan pendukung lainnya beradaptasi dengan membentuk kanal-kanal online yang dapat diakses dan digunakan oleh masyarakat yang membutuhkan dan berhadapan dengan hukum. Namun, masih belum dilihat secara komprehensif sejauh mana adaptasi ini dapat mendukung akses keadilan di proses peradilan, khususnya bagi kelompok rentan seperti perempuan dan difabel.

Apa Penyebab Permasalahan Tersebut?

Ketika berhadapan dengan hukum, berbagai hambatan dapat ditemui oleh pencari keadilan. Hasil Indeks Akses terhadap Keadilan di Indonesia tahun 2019 turut menunjukkan bahwa terdapat 10.8% masyarakat yang tidak tahu cara mengakses mekanisme penyelesaian masalah hukum. Berbagai hambatan lain yang dapat ditemui dapat berupa adanya praktik kekerasan, diskriminasi, reviktimisasi maupun pungutan liar dalam proses hukum oleh aparat, tidak dapat diaksesnya proses hukum oleh masyarakat, hingga tidak diperolehnya keadilan yang dibutuhkan melalui proses hukum. Hasil Indeks Akses terhadap Keadilan di Indonesia tahun 2019 menunjukkan bahwa masih ditemui 18% masyarakat yang dimintai uang di luar prosedur, 3% masyarakat memperoleh kekerasan fisik, dan 18% mengalami ancaman verbal/psikis selama proses hukum dari aparat di mekanisme formal. Bahkan bagi kelompok rentan dalam mengakses keadilan melalui proses hukum ini semakin terhambat misalnya kelompok disabilitas yang tidak memperoleh akomodasi yang layak dalam mengakses proses hukum, perempuan berhadapan dengan hukum yang minim pendampingan selama proses hukum hingga anak yang cenderung diabaikan kondisi dan kebutuhannya ketika harus berhadapan dengan hukum. Hambatan ditemui tidak hanya dalam proses hukum namun juga saat mengakses institusi hukum untuk memperoleh keadilan yang dibutuhkan oleh pencari keadilan. Oleh karenanya, perlu dilihat kembali sejauh mana implementasi dari proses peradilan yang ada saat ini dan dipastikan jaminan perlindungan di proses peradilan termasuk bagi kelompok rentan.


Analisa Komitmen

Bagaimana komitmen ini akan mendorong transparansi?

N/A

Bagaimana komitmen ini akan menumbuhkan akuntabilitas?

Jaminan terpenuhinya hak pencari keadilan dan kelompok rentan membuka peluang dibentuknya sebuah mekanisme pengawasan dan evaluasi kinerja lembaga pengadilan. Melalui pembentukan instrumen monitoring atas implementasi sejumlah peraturan yang mengakomodasi hak-hak pencari keadilan dan kelompok rentan, lembaga peradilan dapat dimintakan pertanggungjawabannya sebagai institusi.

Bagaimana komitmen ini akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mendefinisikan, mengimplementasikan, dan memonitor solusi?

Adanya kajian dan reformasi kebijakan bantuan hukum bagi kelompok rentan ini juga sekaligus menjadi implementasi dari prinsip partisipatif dan inklusif. Proses hukum yang dapat diakses dan mampu memenuhi hak-hak hukum seluruh kalangan masyarakat pencari keadilan termasuk kelompok rentan merupakan bentuk upaya pencapaian asas partisipatif dan inklusivitas.

Lead Implementing Ministry / Agencies
  1. 1.Mahkamah Agung (MA)
  2. 2. Kejaksaan Agung
  3. 3.Kepolisian RI
Lead Implementing Civil Society Organization
  1. 1.. Indonesia Judicial Research Society (IJRS)
  2. 2. Perkumpulan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI)
  3. 3.Asosiasi LBH APIK Indonesia
Contact

sekretariat.ogi@bappenas.go.id
+6221-3148-551 ext. 3504


Ukuran Keberhasilan 2023-2024 Status Evidence
(K/L) UK 1 : Adanya peraturan teknis atas jaminan akomodasi yang layak bagi disabilitas berhadapan dengan hukum Lihat
(OMS) UK 1 : Adanya peraturan teknis atas jaminan akomodasi yang layak bagi disabilitas berhadapan dengan hukum Lihat
(K/L) UK 2 : Adanya monitoring dan evaluasi terhadap penanganan perempuan berhadapan dengan hukum di lembaga peradilan Lihat
(OMS) UK 2 : Adanya monitoring dan evaluasi terhadap penanganan perempuan berhadapan dengan hukum di lembaga peradilan Lihat
(K/L) UK 3 : Adanya evaluasi terhadap implementasi dari digitalisasi proses peradilan bagi kelompok rentan Lihat
(OMS) UK 3 : Adanya evaluasi terhadap implementasi dari digitalisasi proses peradilan bagi kelompok rentan Lihat
We welcome your contribution to Open Government by leaving your comments Here.